DOA yang Paling Baik dan UTAMA
Assalamualaikum wr.wb
Do’a adalah pernyataan bahwa kitra sangat berhgajat kepada Allah
swt. dalam memperoleh sesuatu yang kita kehendaki. Berdo’a merupakan
perhambatan diri kepada Allah disertai ketundukan jiwa kepada-Nya. Sebagaimana
sabda Rasulullah asw: Do’a itu adalah otaknya
ibadah (HR.Bukhary). ini
berarti bahwa dalam beribadah seseorang memperlihatkan perhambatan kepada Allah
Yang Maha Besar, sangat berhajat kepada-Nya semua hamba-hamba-Nya. Allahlah
tempat memohon sedang si hamba yang hina dina dan selalu kekurangan
mengharapkan ampunan dan bantuan dengan ungkapan istighfar dan do'a.
Pernah seorang bertanya kepada Rasulullah saw: Do’a
apa yang paling utama? Beliau
bersabda:“Mintalah
kepada Tuhanmu kesehatan dan ampunan”. Selanjutnya beliau bersabda: “Kalau kamu diberi kesehatan di dunia dan
diberi pula kesehatan diakhirat, maka sungguh engkau telah beruntung?”.
Dari Anas ra berkata: Do’a Nabi yang paling sering diucapkan
adalah: (Ya Allah, ya Tuhan kami! Berikanlah kami di dunia kebaikan dan di
akhirat kebaikan pula, dan peliharalah kami dari siksa neraka)
Dari Abi Amamah ra berkata: Rasulullah saw berdo’a
bermacam-macam do’a dan kami tidaklah hafal, maka kami bertanya kepada beliau:
Engkau telah berdo’a banyak sekali, sedangkan kami tidak dapat menghafalnya.
Beliau bersabda: “Maukah kamu aku
tunjukan sesuatu yang dapat menghimpun do’a-do’a itu semua?”.
Engkau berdo’a: (Ya Allah, kami memohon kepada-Nya sesuatu yang baik yang
diminta Nabi-Mu (Muhammad) dan aku berlindung kepada –Mu dari keburukan yang
dimintakan Nabi-Mu (Muhammad) perlindungan dari-Mu. Sungguh Engkau tempat
meminta pertolongan dan hanya kepada-Mu terkbul do’a. Tiada daya dan kekuatan
melainkan Allah).
Dari Saddad bin Aus ra berkata: Rasulullah saw telah bersabda:
(Wahai Tuhanku, Engkau Tuhanku, tiada Tuhan yang berhak ku sembah kecuali hanya
Engkau sendiri. Telah Engkau jadikan aku dan aku ini adalah hamba-Mu dan aku
ini senantiasa berada di dalam genggaman dan ketetapan-Mu. Tidak ada
kesanggupan sedikit juapun padaku, Aku berlindung kepada Engkau dari
kejahatn-kejahatan apa yang telah ku lakukan aku menyadari segala nikmat yang
telah Engkau berikan kepadaku dan aku tahu pula akan dosaku, maka ampunilah
kiranya aku, karena sesungguhnya tiada yang mengampuni dosaku itu hanya
Engkau.) (HR. Bukhari)
Ini semuanya merupakan penghimpunan dari berbagai do’a dan
setiap do’a di atas, diberi nama penghimpun do’a yakni do’a yang mengandung
kebaikan duniawi dan ukhwari. Nabi Muhammad saw menyukai himpunan do’a tersebut
dan meninggalkan lainnya.
Wassalamualaikum wr.wb
Birrul Walidain merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh
seorang anak kepada kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan
hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak
beriman. Manakala wajibatul
walid(kewajipan orang tua) adalah untuk mempersiapkan
anak-anaknya agar dapat berbakti kepadanya seperti sabda Nabi SAW., “Allah merahmati orang
tua yang menolong anaknya untuk boleh berbakti kepadanya”.
Sedangkan ‘Uquud
Walidain' bermaksud durhaka terhadap mereka dan tidak
berbuat baik kepadanya.
Berkata Imam Al Qurtubi – mudah-mudahan Allah merahmatinya -: “Termasuk ‘Uquuq
(durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan
mereka dari (perkara-perkara) yang mubah, sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada
keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu,
apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya
selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan
bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang
mereka perintahkan adalah perkara yang mandub (disukai/ disunnahkan).”
Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah – mudah-mudahan Allah
merahmatinya -: Berkata Abu Bakr di dalam kitab Zaadul Musaafir “Barangsiapa yang
menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan
keduanya agar dia bisa tertawa (senang) kembali“.
Hukum Birrul Walidain
Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti)
pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib selain terhadap perkara yang haram.
Syari’at Islam meletakkan kewajipan birrul walidain menempati
ranking ke-dua setelah beribadah kepada Allah SWT. dengan mengesakan-Nya.
Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali, diantaranya terdapat tiga
ayat yang menunjukkan kewajipan yag khusus untuk berbuat baik kepada kedua
orang tua:
“Dan
hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan
sesuatu apa jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa“.
(QS. An Nisa’ : 36).
“Dan
Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya
semata-mata dan hendaklah
engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang
dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua
dalam jagaan dan peliharaanmu, makajanganlah engkau berkata
kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ha” dan janganlah
engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan
yang mulia (yang bersopan santun).“. (QS.
Al Isra’: 23).
“Dan Kami wajibkan manusia
berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah
mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung
hingga akhir menyusunya) dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua
tahun; (dengan yang demikian) bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu;
dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan).” (QS.
Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoinya, “Tiga ayat
dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa
yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah SWT.: “bersyukurlah kepadaKu
dan kepada kedua ibubapamu“, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang
bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua ibubapanya,
tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Keridhaan Rabb (Allah) ada
pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang
tua” (HR. Tirmidzi).
Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah meridhainya –
meriwayatkan daripada i Nabi SAW. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian
mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mahu
memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian
(mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti
terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang
harta“. (HR Muslim)
Keutamaan Birrul Walidain
1.Amal yang paling dicintai disisi Allah SWT selepas Solat
Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdir Rahman
Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku
pernah bertanya kepada Nabi SAW amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?”
Rasulullah bersabda “Solat
tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa lagi selain itu ?”
bersabda Rasulullah “Berbakti
kepada kedua orang tua” Aku tanya lagi “ Apa lagi ?”.
Jawab Rasulullah “Jihad
dijalan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini tidak beerti jika melakukan Solat tepat pada waktu dan jihad
fisabilillah menafikan kewajipan birrul walidain kerana Rasulullah SAW. pernah
menolak permohonan salah seorang sahabat untuk jihad fisabilillah kerana
masalah hubungan dengan kedua ibu bapanya. Lantas Rasulullah SAW. memerintahkan
beliau segera pulang menyelesaikan permasalahan tersebut dahulu.
2.doa mereka mustajab
Di antara buktinya adalah kisah ulama besar hadits yang sudah
ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin, Imam Bukhari rahimahullah. Beliau
buta sewaktu kecil lalu ibunya seringkali berdoa agar Allah SWT. memulihkan
penglihatan beliau.
Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah,
al-Khalil, Ibrahim ‘alaihis salam yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita, Allah
telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu berdoa.”
Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata benar, Allah
telah mengembalikan penglihatannya.
Hal di atas menunjukkan benarnya sabda Rasul kita shallallahu
‘alaihi wa sallam akan manjurnya do’a orang tua pada anaknya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiga
doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa
seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi)
3. sebab turunnya rahmat
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin
rezkinya diperluas, dan agar usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya
ia menjaga tali silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4.Bukan beerti membalas budi kerana jasa mereka tidak mungkin
terbalas
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Seorang
anak tidak akan dapat membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan
ayahnya sebagai hamba, lalu dia merdekakan.” (HR. Muslim)
5.Al ummu hiya ahaqu suhbah (prioriti untuk
mendapat perlakuan yang lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata, “Datang
seseorang kepada Rasulullah SAW. dan berkata, ’Wahai Rasulullah, kepada
siapakah aku harus berbakti pertama kali ? Nabi SAW.
menjawab, ’Ibumu!
Orang tersebut kembali bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!
Ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!,
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi, ’Nabi SAW.
menjawab, Bapakmu ”
(HR. Bukhari dan Muslim)
6. Taat
kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Syurga.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh
kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya,
kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah
tua, namun tidak dapat membuatnya masuk Surga.” (HR. Muslim)
7. Durhaka
kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW. bersabda, “Mahukah kalian kuberitahukan dosa besar
yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mahu, wahai
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik
kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar,
beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus
meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau
segera terdiam. (HR Bukhari dan Muslim)
Melaksanakan Birrul Walidain
Semasa Mereka Masih
Hidup
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya – menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya – menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sehubungan dengan peristiwa itu, Allah menurunkan ayat:
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (QS.
Luqman: 15)
Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat
baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu
ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya.
2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…”(QS. Al-Ahqaaf: 15)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…”(QS. Al-Ahqaaf: 15)
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang tua ibu bapa…” (QS. An-Nisaa’: 36)
Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang
tua semakin tua dan lanjut hingga keadaan mereka melemah dan sangat memerlukan
bantuan dan perhatian daripada anaknya.
Abu Bakar As Siddiq ra. adalah sahabat Rasulullah SAW yang patut
ditauladani dalam berbaktinya terhadap orang tua. Disaat orang tuanya telah
memasuki usia yang sangat udzur,
beliau masih melayan bapanya dengan lemah lembut dan tidak pernah putus asa
untuk mengajak ayahnya beriman kepada Allah. Penantian beliau yang cukup lama
berakhir apabila ayahnya menerima tawaran untuk beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Allah berfirman dalam QS. 14 : 40 – 41 ayat yang do’a agar anak,
cucu dan seluruh anggota keluarganya menjadi orang-orang yang muqiimas Solat (mendirikan
Solat) dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini merupakan suatu kemuliaan yang
diberikan Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As Siddiq ra.
3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam mempunyai ayah yang bernama Azar
yang aqidah-nya
menyalahi dengan Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam tetapi tetap menunjukan birrul
walidain yang dilakukan seorang anak kepada bapaknya. Dalam menegur ayahnya
beliau menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika mengajak ayahnya agar
kejalan yang lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana dikisahkan Allah
pada QS. 19 : 41-45.
5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk
Urusan Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka
Inginkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil
(kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya
ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.
8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang
yang Dicintai Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela
Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila Mereka Meninggal Dunia
1. Mensolati/Berdo’a terhadap Keduanya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur’an:
“Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur’an:
“Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
3. Menunaikan Janji/Wasiat Kedua Orang Tua
4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua
Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)
4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua
Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)
5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
“Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban)
“Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban)
Rasulullah SAW. yang telah ditinggal ayahnya Abdullah kerana
meninggal dunia saat Rasulullah SAW. masih dalam kandungan ibunya Aminah. Dalam
pendidikan birrul walidain ibunya mengajak Rasulullah ketika berusia enam (6)
tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan yang cukup jauh. Dalam
perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya didaerah Abwa hingga
akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah diasuh oleh pamannya Abdul
Thalib, beliau menunjukan sikap yang mulia kepada pamannya walaupun aqidah
pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan Rasulullah SAW. berbakti pula kepada
pengasuhnya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.
:: Tanda orang yang mutakallif atau memaksakan diri, mendebatkan
sesuatu yang tidak diketahuinya, berupaya menyingkirkan orang yang ada di atasnya,
menempatkan diri pada posisi yang tidak layak bagi dirinya, dan menaruh
perhatian pada sesuatu yang tidak akan menyelamatkannya.
Tanda orang munafik yakni batinnya bersifat keji, apa yang
di ucapkannya tidak sama dengan isi hatinya, kata-katanya berbeda dengan
perbuatannya, dan saat sepinya berbeda dengan saat nyatanya.
Tanda orang yang dengki yaitu berlebih-lebihan dalam
menunjukan cinta sementara hatinya membencinya, bergembira dengan musibah yang
menimpa orang yang di dengkinya, suka menggunjing.
Tanda orang zalim yaitu membenci kebenaran dan
menampakkan zalim, menzalimi atasannya dengan melanggar perintahnya, menguasai
bawahannya dengan cara paksa.
Tanda orang yang riya atau suka pamer diri, apabila ada
orang di sekitarnya dia akan bersungguh-sungguh beramal, apabila sendirian dia
akan malas beramal, dia meningkatkan amalnya lantaran ada pujian, dan berusaha
keras mengangkat namanya.
Tanda orang musrif atau berlebih-lebihan, menganggap
semua orang belajar darinya, berbangga dengan perbuatan yang batil, sedikit
melakukan perbuatan yang makruf, makan sesuatu yang bukan hak miliknya.
Tanda orang yang fasik,
membuang-buang waktu, melakukan sesuatu yang sia-sia, bersikap memusuhi, dan
membuat omongan.
Tanda orang yang berkhianat,
melanggar perintah Allah, mendekat pada orang zalim, suka mengganggu orang.
Tanda orang yang malas,
mengundur-undur kewajiban hingga akhir waktu sedemikian hingga
terabaikan.
Tanda orang pendusta,
apabila berbicara dia tidak jujur, apabila dikatakan sesuatu kepadanya dia
tidak percaya, bersikap memusuhi, dia suka mengumbar omongan dan suka membuat
omongan.
Tanda orang yang lalai,
membuang-buang waktu dan melupakannya, buta hati, dan suka lengah.
“sungguh NERAKA
lah tempat kembalinya mereka”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar